Selasa, 26 Oktober 2010

Dekstrometorfan (DMP)



suatu obat penekan batuk (anti tusif) yang dapat diperoleh secara bebas, dan banyak dijumpai pada sediaan obat batuk maupun flu. Dosis dewasa adalah 15-30 mg, diminum 3-4 kali sehari. Efek anti batuknya bisa bertahan 5-6 jam setelah penggunaan per-oral. Jika digunakan sesuai aturan, jarang menimbulkan efek samping yang berarti.
Secara kimia, DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer dari levomethorphan, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya mirip narkotik, DMP tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA. DMP sering disalahgunakan karena pada dosis besar ia menyebabkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran. Intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.
Penyalahguna DMP menggambarkan adanya 4 plateau yang tergantung dosis, seperti berikut:
•First Plateau
Dosis : 100-200 mg
Efek : Stimulasi ringan

•Second Plateau
Dosis : 200-400 mg
Efek : Euforia dan halusinasi

•Third Plateau
Dosis : 300-600 mg
Efek : gangguan persepsi visual,
hilangnya koordinasi motorik

•Fourth Plateau
Dosis : 500-1500 mg
Efek : Dissociative sedation



1. Farmakologi
Dekstrometorfan merupakan bahan kimia sintetik dengan nama kimianya adalah 3 methoxy-17-methyl morphinan monohydrat yang merupakan d-isomer dari levophenol, analog dari kodein dan analgesik opioid. Dekstrometorfan berupa serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air maupun ethanol dan tidak larut dalam ether. Adapun struktur kimia dari dekstrometorfan adalah: C18H25NO.HBr.H2O dengan berat molekul: 370,3.
2. Farmakokinetik
Dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2,5 jam. Onset efeknya cepat, seringkali 15-30 menit setelah pemberian oral. Belum ada penelitian tentang distribusi volume dekstrometorfan pada manusia, akan tetapi penelitian oleh Silvasti et al. (1989) yang dilakukan pada anjing, distribusi volume dekstrometorfan berkisar antara 5,0-6,4 L/kg. Waktu paruh obat ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6 jam. Metabolisme dekstrometorfan telah diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik dekstrometorfan ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu dextrorphan. Dekstrometorfan mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan diubah menjadi dextrorphan yang mempunyai derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis NMDA (Schadel et al., 1995)
3. Farmakodinamik
(a). Efek analgetik
Efek analgetik dekstrometorfan berdasarkan cara kerja sebagai antagonis reseptor NMDA. Peranan NMDA dalam fenomena persepsi nyeri ditegaskan lagi pada binatang percobaan yaitu dengan cara memberikan reseptor antagonis NMDA secara intraspinal. Pada suatu studi pada manusia pemberian ketamin intravena akan mengurangi hiperalgesia primer dan sekunder dan mengurangi nyeri yang ditimbulkan oleh stimulasi panas. Dektrometorfan menunjukkan hal yang sama (Ilkjaer et al., 1996). Ikatan obat-obat antagonis pada reseptor NMDA menimbulkan terjadinya perubahan pada calsium channel. Perubahan pada ca-channel akan menyebabkan aktivitas neuron yang dirangsang NMDA, jika itu menetap, akan diikuti dengan peningkatan intensitas stimulus nosiseptik primer, misalnya fenomena wind-up dan pencetusan dari nyeri sekunder. Dekstrometorfan mempunyai kemampuan untuk mengurangi influks ion Ca2+melalui channel reseptor NMDA dan mengatur channel voltase Ca yang pada keadaan normal diatur oleh konsentrasi K+ ekstrasel yang tinggi (Weinbroum et al., 2000). Dengan berkurangnya influks ion Ca+, maka eksitabilitas neuron di kornudorsalis medula spinalis menurun, sehingga sensitisasi menurun dan terjadi pengurangan nyeri. Pada penelitian dekstrometorfan sebagai efek analgetik, obat tersebut memberikan hasil yang cukup baik, yaitu dapat mengurangi intensitas nyeri sebanyak 33,4% dibanding pada pemberian memantin maupun lorazepam, dimana masing-masing hanya mengurangi nyeri sebanyak 17,4% dan 16,1%. Hal ini menunjukkan perbedaan yang bermakna antara pemberian ketiga obat tersebut (Christine et al.,2002)
(b). Sebagai antitusif
Empat puluh tahun yang lalu dekstrometorfan dibuat sebagai obat alternatif dari morfin. Pada awalnya pemakaian klinis terbatas pada obat antitusif, pada orang dewasa dosisnya adalah 10 – 30 mg, 3 – 6 kali sehari. Tempat spesifik sentral dimana dekstrometorfan mempunyai efek antitusif belum jelas, tetapi dekstrometorfan berbeda dengan golongan opioid, sehingga efek dekstrometorfan tidak ditekan oleh nalokson. Dekstrometorfan juga mempunyai catatan keamanan yang baik, sebagai contoh dosis terapetik untuk batuk 1 mg/kg /hr tidak mempunyai side efek yang berarti, dan tidak menimbulkan komplikasi akibat pelepasan histamin (Weinbroum et al., 2000)
(c). Efek anti kejang dan parkinson
Pada manusia dekstrometorfan juga mampu mengurangi keluhan yang berhubungan dengan gangguan neurologis oleh karena eksitotoksisitas, seperti kejang dan penyakit parkinson jika diberikan pada dosis 30 atau 60 mg (Albers et al., 1987) yang diberikan 4 kali sehari, 45 – 180 mg single dose (Bonuccelli et al., 1992) atau 120 mg single dose (Fisher et al., 1990) selama 3 minggu sampai 3 bulan. Tidak didapati adanya efek samping neurologis yang berat pada penelitian ini dan juga pada penelitian lain dengan sampel 8 orang yang sehat dimana eksitabilitas korteks motorik berkurang setelah pemberian secara oral dengan dosis tinggi (150 mg) (Ziemann et al., 1998). Pada suatu penelitian double blind plasebo control pada pasien dengan penyakit parkinson, eksitabilitas korteks motorik dan diskinesia oleh karena levodopa berkurang dengan pemberian dekstrometorfan pada dosis 100 mg dengan efek samping yang minimal (Verbagen Metman et al., 1998).

Hal yang perlu diperhatikan :

- Jangan digunakan pada batuk kronik akibat rokok, asma, atau emfisema, karena akan menekan batuk dan berakibat penghambatan pengeluaran dahak.

- Penderita penyakit hati sebaiknya tidak menggunakan obat ini.

- Jangan menggunakan obat ini bersama obat-obat penekan susunan saraf pusat.

dosis
Dosis dewasa :
10-20 mg secara oral setiap 4 jam atau 30 mg secara oral setiap 6-8 jam. Dosis max 120 mg/hari.
Dosis anak-anak :
Usia 6-12 tahun, 5-10 mg secara oral setiap 4 jam atau 15 mg secara oral setiap 6-8 jam, dosis maksimum : 60 mg/hari.
Usia 2-6 tahun, 2.5-5 mg secara oral setiap 4 jam atau 7.5 mg secara oral setiap 6-8 jam, dosis maksimum 30 mg/hari.


indikasi

Batuk kering


kontraindikasi

1.Hipersensitif terhadap dekstromethrofan
2.Diberikan bersama dengan monoamine oxidase inhibitors.


efek samping

Neurologic : pusing (ringan), mengantuk (ringan)
Lain-lain : Fatigue (ringan).


interaksi
Dengan Obat Lain :
Beberapa kasus interaksi yang berat dan fatal (serotonin syndrome) pernah dilaporkan setelah penggunaan dekstromethrofan pada pasien yang menerima MAOIs. Kemungkinan interaksi dengan inhibitor cytochrome P450 isoenzime CYP2D6 (amiodarone, fluoxetine, haloperidol, paroxetine, propafenone, quinidine, dan thioridazine).
Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak diketahui. (2)
- Terhadap Ibu Menyusui : Risiko terhadap bayi kecil. (2)
- Terhadap Anak-anak : Penggunaan dekstromethrofan berhubungan dengan pelepasan histamin, sehingga harus digunakan hati-hati pada atopic children


mekanisme kerja
Dibandingkan dengan turunan morfin yang lain, dekstrometorfan hanya memiliki aktivitas antitusive. Memiliki efek menahan reflek batuk yang setara dengan kodein. Tidak memiliki efek ekspektoran.


bentuk sediaan
Sirup 5 ml (30 mg), (15 mg), (12.5 mg), (12 mg), (10mg), 8mg), (7.5 mg), (6.25mg), (5mg), (5.5 mg), (3.5 mg), (2.5 mg)
Sirup 15 ml (7.5 mg), Sirup 30 ml (15 mg), Suspensi 5 ml (5 mg), Sachet (15 mg). (5,6)
Tablet (5 mg), (7 mg), (15 mg), Kaplet (7.5 mg), (10 mg), (12.5 mg), (15 mg), Kaplet Forte (15 mg), Kapsul (10 mg), (15 mg)


parameter monitoring
Monitoring efek terapi: onzet, durasi dan frekuensi batuk. Monitoring efek toksik: mengantuk / drowsiness.


stabilitas penyimpanan
Sediaan Dekstromethrofan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Sediaan dalam bentuk cairan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.


informasi pasien
1. Jangan menggunakan obat ini apabila mempunyai riwayat alergi terhadapnya, atau bila menggunakan MAO inhibitor
2. Cara menggunakan obat
3. Apabila lupa menggunakan obat, sesegera mungkin gunakan obat, apabila jarak sudah terlalu dekat dengan waktu penggunaan obat berikutnya, tunggu sampai waktu penggunaan obat berikutnya. Jangan mendobel dosis.
4. Informasikan kepada dokter jika sedang hamil, menyusui, penderita asma atau penderita liver
5. Kemungkinan efek samping yang dapat terjadi, serta laporkan pada dokter bila terjadi efek samping tersebut.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
Ada beberapa laporan mengenai overdosis dextrometorphan (terutama pada anak-anak). Untuk terapi toksisitas ini dapat digunakan IV naloxone. Overdosis juga dapat terjadi karena drug abuse


Tanggung jawab apoteker dalam bidang ini diperluas ke profesional kesehatan lain dan juga kepada pasien dan kepada masyarakat. Berbagai fungsi tertentu, mencakup:
1. Melaksanakan program edukasi inservice, konferensi klinik, dan berbagai jenis penyajian lain bagi profesional kesehatan tentang pokok pembicaraan yang sesuai, mencakup:
• Terapi antimikroba
• Berbagai zat dekontaminasi (desinfektan, antiseptik, dan sterilan)
• Tehnik dan prosedur aseptik
• Metode sterilisasi
2. Memberi edukasi dan konseling kepada PRT, pasien ambulatori, dan pasien rawat rumah (PRR) dalam bidang beriku
• Pentingnya kepatuhan pada petunjuk tertulis untuk antibiotik (dan semua obat lain)
• Informasi lain yang perlu untuk penggunaan obat yang aman dan sesuai (misalnya, apakah dikonsumsi atau tidak dengan makanan).
• Instruksi tentang kondisi penyimpanan, termasuk obat yang digunakan melalui program perawatan rumah.
• Prosedur pengendalian infeksi lain yang perlu dilaksanakan dalam suatu rumah tangga pasien rawat rumah (PRR)
3. Menetapkan dan melaksanakan berbagai kegiatan jaminan mutu terus menerus dan penyajian inservice bagi staf IFRS, tentang produk pembahasan yang sesuai, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
• Teknik dan prosedur aseptik
• Metode sterilisasi
• Pengendalian mutu lingkungan (misalnya, pengecekan kabinet laminar air flow), kabinet kabinet keselamatan biologis)
4. Berpartisipasi dalam edukasi kesehatan masyarakat dan kampanye kesadaran, berkenaan dengan pengendalian penyebaran penyakit menular.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar